Rabu, 04 Desember 2013

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI PERILAKU
UJI SENSORIK DAN MOTORIK MENCIT (Mus musculus) SW

Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Logo UIN Bandung.png

Disusun oleh :
                                       Nama                                    : Fifin Nurcholis
                                       NIM                                     : 1211702026
Dosen                                   : Ucu Julita M,Si
                                       Tanggal Praktikum               : 28 Oktober 2013 
Tanggal Laporan                  : 6 November 2013

                                      
                                                
      JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2013


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Mencit (Mus musculus) adalah hewan yang masih satu kerabat dengan tikus liar ataupun tikus rumah. Mencit adalah binatang asli Asia, India, dan Eropa Barat. Jenis ini sekarang ditemukan di seluruh dunia karena pengenalan oleh manusia. Mencit memiliki bobot yang rendah, sehingga sangat mudah dilakukan dalam percobaan laboratorium yang merupakan skala kecil. Mencit memiliki perilaku yang unik dalam hal sensorik dan motoriknya. Motorik adalah semua gerakan tubuh, termasuk alam pengertian motorik adalah gerak internal tidak teramati yang berawal dari penangkapan stimulus oleh indra, penyampaian stimulus tersebut oleh susunan syaraf sensorik ke bagian memori (otak), pembuatan keputusan dan penyampaian keputusan tersebut ke otot oleh susunan syaraf motorik. Uji sensorik ini merupakan uji yang dapat melihat mencit yang mengalami kegagalan proses saat embriologi atau tidak, sedangkan uji motorik dapat melihat perilaku mencit dalam mempertahankan tubuhnya dari serangan yang akan mengganggu dirinya. Selain itu pula, mencit dapat melakukan lokomosi yang sangat aktif dan khas.

1.2  Tujuan
-       Melakukan uji sensorik penciuman (‘olfactory avoidance test’) pada mencit.
-       Melakukan uji motorik yang meliputi kemampuan refleks membalikkan badan, menghindari jurang, geotaksis nagatif, pola perilaku lokomosi, dan uji kemampuan berenang.
1.3  Hipotesis
Mencit akan memperlihatkan bagaimana respon dari sensoriknya melalui uji penciuman. Karena mencit merupakan hewan mamalia yang memiliki indera penciuman normal. Akan terlihat bagaimana respon mencit menghindari bahaya dengan uji motoric kemampuan gerak refleks dan lokomosi berenang.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Mencit merupakan salah satu hewan laboratorium atau hewan percobaan. Hewan ini paling kecil diantara jenisnya dan memiliki galur mencit yang berwarna putih.Mencit termasuk hewan pengerat (rodentia) yang dapat dengan cepat berkembang biak. Pemeliharaan hewan ini pun relatif mudah, walaupun dalam jumlah yang banyak. Pemeliharaannya ekonomis dan efisien dalam hal tempat dan biaya. Mencit memiliki variasi genetik cukup besar serta sifat anatomis dan fisiologisnya terkarakterisasi dengan baik (Malole dan Pramono 1989 dalam Agustiyanti, 2008).
Menurut Arrington (1972) dan Priambodo (1995) dalam Agus Pribadi (2008), mencit dan tikus masih merupakan satu famili, yaitu termasuk ke dalam famili Muridae. Dan Mencit merupakan hewan yang paling banyak digunakan sebagai hewan model laboratorium dengan kisaran penggunaan antara 40-80%. Menurut Moriwaki et al . (1994) dalam Agus Pribadi (2008), mencit banyak digunakan sebagai hewan laboratorium (khususnya digunakan dalam penelitian biologi), karena memiliki keunggulan-keunggulan seperti siklus hidup relatif pendek, jumlah anak per kelahiran banyak, variasi sifat sifatnya tinggi, mudah ditangani, serta sifat produksi dan karakteristik reproduksinya mirip hewan lain, seperti sapi, kambing, domba, dan babi.
Menurut Malole dan Pramono (1989) dalam Agus Pribadi (2008), berbagai keunggulan mencit seperti : cepat berkembang biak, mudah dipelihara dalam jumlah banyak, variasi genetiknya tinggi dan sifat anatomis dan fisiologisnya terkarakterisasi dengan baik. Tikus merupakan hewan mamalia yang mempunyai peranan penting bagi manusia untuk tujuan ilmiah karena memiliki daya adaptasi baik. Tikus yang banyak digunakan sebagai hewan model laboratorium dan peliharaan adalah tikus putih (Rattusnovergicus). Tikus putih memiliki beberapa keunggulan antara lain penanganan dan pemeliharaan yang mudah karena tubuhnya kecil, sehat dan bersih, kemampuan reproduksi tinggi dengan masa kebuntingan singkat, serta memiliki karakteristik  produksi dan reproduksi yang mirip dengan mamalia lainnya (Malole dan Pramono,1989 dalam Agus Pribadi 2008).
Sistem saraf berfungsi untuk menerima rangsangan, menghantarkannya dan mengintegrasikannya untuk selanjutnya mengaktifkan efektor kedalam koordinasi rangsang. Otak sebagai salah satu pusat sistem saraf juga merupakan pusat intlektual, kemauan dan kesadaran (Cartono, 2004).
Struktur sistem saraf , Sistem saraf disusun oleh tiga bagian utama, yaitu :
a) Sistem saraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang)
b) Sistem saraf tepi
c) Sistem saraf otonom (Cartono, 2004)
Sel saraf atau Neuron, Sel saraf atau neuron merupakan unit struktural yang membangun sistem saraf. Neuron dibangun oleh bagian-bagian berikut :
a)      Badan sel atau prokarion, merupakan pusat tropik untuk seluruh sel saraf tersebut dan dapat menerima rangsang. Didalamnya terdapat inti berukuran cukup besar (berjumlah satu atau dua), neurofibril, bada Nissl, badan golgi, mitokondria, serta bdan-badan paraplasma (Darmadi, 2005).
b)      Dendrit, merupakan uluran-uluran sitoplasma dengan jumlah yang banyak, berperan menangkap rangsang dari lingkungan, dari sel epitel sensoris atau darii neuron lain (Darmadi, 2005).
c)      Akson, merupakan uluran sitoplasma tunggal dan panjang, berperan untuk membangkitkan dan menghantarkan impuls ke sel lain (sel saraf, otot atau kelenjar) (Darmadi, 2005).
Berdasarkan fungsinya, neuron dibedakan atas :
1)      Neuron motoris, Berfungsi menghantarkan impuls aau tanggapan dari sistem saraf pusat ke otot-otot atau efektor lainnya. Neuron ini biasanya mempunyai akson yang panjang dan ditutupi oleh pembungkus mielin (myelin) dan neurilemna (Cartono, 2004).
2)      Neuron sensoris, Dendritnya dapat hanya satu danmemanjang. Berfungsi menghantarkan rangsang dari reseptor atau penerima ke pusat susunan saraf (Cartono, 2004).
3)      Neuron konektor, Neuron yang memiliki dendrit maupun akson yang dihubungkan dengan neuron yang satu dengan neuron yang lainnya. Jadi neuron ini merupakan penghubung antar neuron (Cartono, 2004).
4)      Neuron adjustor, Merupakan penghubung neuron-neuron motoris dan neuron-meuron sensoris didalam sistem saraf pusat yaitu otak dan sumsum tulang belakang. Sering pula dikatakan sistem saraf pusat adalah neuron asosiasi atau neuron penghubung yang berfungsi sebagai penghubung. Neuron ini sangat banyak memiliki tonjolan (Cartono, 2004).

BAB III
METODE KERJA
3.1 Alat dan Bahan
·       Aquarium : sebagai alat penguji lokomosi berenang
·         Bidang miring (steroform) : alat uji motorik (gerak refleks) membalikkan badan, menghindari jurang, geotaksis refleks.
·         Stopwatch : alat penghitung
·         Kandang mencit : tempat sementara mencit selama praktikum
·         Mencit : sebagai specimen uji
·         Air hangat : bahan uji lokomosi berenang
·         Pakan mencit : asupan makanan
·         Spidol : penanda mencit satu dengan yang lain

3.2  Cara Kerja
Ø Sebelum melakukan pengujian, semua mencit diberi penandaan terlebih dahulu pada tubuhnya dengan menggunakan asam pikrat agar memudahkan identifikasi individu setiap kelompok.
Ø Uji sensorik →Uji penciuman (olfactory avoidance test)
Pengujian sensorik biasanya dilakukan pada mencit pascalahir untuk mengetahui adanya penyimpangan perilaku anak mencit pada masa pralahir. Pengujian dilakukan masing-masing satu kali dengan mendekatkan anak mencit pada jarak dekat (5 cm) dari cotton bud yang sebelumnya telah dicelupkan ke dalam:
a) Pakan mencit yang telah dihancurkan.
b) NH4OH pekat (ammonia).
c) Minyak kayu putih.
d) Parfum.
Mencit yang tidak bereaksi dari bau dinyatakan berpenciuman netral (0), menghindar dari bau-bauan tersebut dinyatakan berpenciuman positif (+), dan mendekat pada bau dinyatakan berpenciuman negatif (-).


Ø Uji motorik
a)         Uji kemampuan refleks motorik membalikkan badan (surface righting reflex). Mencit diletakkan di tempat meja datar dengan posisi terlentang dengan punggung rapat pada permukaan meja, ditahan sebentar kemudian dilepas. Catat waktu yang diperlukan mencit untuk dapat membalikkan tubuh hingga keempat kakinya tegak di atas meja. Lakukanlah uji tersebut berturut-turut hingga 3 kali dan hitung rata-rata pembalikkan badannya.
b)      Uji kemampuan refleks menghindari jurang (Cliff avoidance reflex)
Mencit diletakkan dengan posisi ujung jari kaki depan dan mulut sejajar dengan tepi meja, ditahan sebentar kemudian dilepas. Catat waktu yang diperlukan hingga mencit mampu memutar badannya dan menjauhi tepi meja. Lakukanlah uji tersebut berturut-turut hingga tiga kali dan hitung rata-rata waktunya!
c)      Uji kemampuan refleks geotaksis negatif (negative geotaxis reflex)
Pada bidang miring 25o, mencit diletakkan dengan kepala mengarah ke bawah dan tubuh sejajar garis vertikal, ditahan sebentar kemudian dilepas. Catat waktu yang diperlukan hingga mencit mampu memutar tubuhnya 180o. lakukanlah uji tersebut tiga kali perturut-turut dan hitung rata-rata waktu hingga mencit memutar tubuhnya!
Ø  Uji motorik -> Lokomosi hewan vertebrata (mencit)
a.       Lokomosi berenag
      Isi akuarium dengan air hangat (27-30oC) dengan tinggi air sekitar 6-7 cm. Jatuhkanlah mencit di sisi ujung akuarium dan amati pergerakan mencit di dalam akuarium tersebut! Biarkan mencit berenang selama mungkin dan lakukanlah pencatatan nilai gerakan mencit (Gambar 5), untuk :
1) Skor arah berenang
2) Skor sudut berenang
3) Skor penggunaan anggota badan
*      Arah berenang, penilaian :
Skor 0 : Tenggelam
1 : Terapung
2 : Berputar-putar
3 : Lurus
*      Sudut berenang, penilaian :
Skor 0 : Kepala dan tubuh di bawah permukaan air
1 : Permukaan kepala dan sebagian hidung berada di atas permukaan air
2 : Bagian kepala sebatas mata di atas permukaan air
3 : Bagian kepala, mata dan setengah telinga berada di atas permukaan air
4 : Kepala dan seluruh telingan ada di atas permukaan air
*      Penggunaan anggota gerak, penilaian :
Skor 0 : Tidak menggunakan anggota gerak
1 : Menggunakan keempat anggota gerak
2 : Menggunakan kedua kaki depan saja



BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
v  Uji sensorik →Uji penciuman (olfactory avoidance test)
 
  
Dari data diatas terlihat bahwa respon mencit terhadap pakannya sendiri tidak terlalu menyimpang. Karena respon negatif sekitar 54% yang berarti mendekati pakan tersebut. Respon positif 35% dan netral 11%. Jika diamati kemungkinan mencit yang mendekati pakannya sedang lapar dan ingin makan, ia respon terhadap hal yang selama ini menjadi sesuatu yang tidak asing baginya. Hal ini dapat disebabkan karena sinyal yang diterima syaraf pusat ketika mecit itu mencium pakannya dan terdapatnya stimulus untuk mendekati makanan tersebut. Sedangkan mencit yang menjauhinya kemungkinan sudah kenyang atau mungkin malah stress, karena terlihat dari keluar urin pada saat praktikum yang menandakan bahwa ia stress. Begitu juga dengan mencit yang netral, kemungkinan dia stress atau ia terbiasaa memakan makanan yang lain selain yang kita beri. Sehingga disaat kita membernya pakan ia sama sekali tidak merespon. Atau mungkin penenrimaaan sinyal syaraf pusat sedang tidak baik sehingga ia tidak dapat merespon pakannya.
Dari data menggunakan bahan HCl, minyak kayu putih dan parfume. Didapat bahwa menggunakan parfum 69% positif, 11% negatif dan 20% netral. Menggunakan minyak kayu putih 80% positif, 18% negatif dan 2% netral. Menggunakan HCl 83% positif, 8% negatif dan 9% netral. Dari hasil ketiga bahan diatas didapat bahwa ternyata hampir semua mencit memiliki respon sama yaitu menghindari ketiga bahan ini. Karena mungkin respon yang mencit dapat bahwa bahan tersebut berbahaya untuknya dan merugikan dirinya. Selain itu karena baunya yang sangat menyengat membuat mencit-mencit menjadi pusing dan menghindarinya. Sama halnya dengan manusia, manusia akan menjauhi bahan-bahan menyengat yang membuatnya pusing.
Parameter
Refleks membalikkan badan
(suface righting reflex)
Refleks menghindari jurang
(cliff avoidance reflex)
Refleks geotaksis negatif
(negative geotaxis reflex)
Rata-rata Waktu (s)
0.46”
27.583”
14.382"

Tabel hasil uji motorik gerak refleks pada mencit jantan
Uji sensorik yang kedua adalah uji gerak refleks mencit. Hasil yang ditunjukkan diatas terlihat bahwa pada saat uji membalikkan badan mencit sangat cepat responnya. Terbukti bahwa saraf dari mencit ini masih dalam keadaan normal, dan masih bisa menerima sinyal dengan baik. Sinyal yang menunjukkan adanya bahaya didepannya. Yang kedua adalah uji refleks menghindari jurang terlihat begitu lama ia merespon keadaannya pada saat itu. Karena pada saat itu terlihat mencit-mencit ini melihat keadaan sekitarnya terlebih dahulu sebelum kemudian membalikkan badanya. Bisa jadi ia stress atau mungkin mencit ini menganggap bahwa keadaannya tidak berbahaya. Yang ketiga adalah uji refleks geotaksis, pada uji ini terlihat respon dari mencit yang begitu lama. Hal ini dikarenakan pada saat praktikum kami meletakkan bidang miring diatas meja dan mencit tersebut lama untuk membalikkan badannya karena dianggapnya keadaan tidak berbahaya karena dibawah bidang miring masih ada daratan. Tapi setelah kami mencoba lagi dan langsung dihadapkan pada jurang ia pun merespon untuk berbalik tapi memang lumayan lama. Kemungkinan mencit ini stress atau mencit sudah sulit untuk menerima sinyalnya dengan baik.
v  Uji motorik
                          
     Berdasarkan diagram diatas terlihat bahwa lokomosi arah berenang pada mencit yang lebih dominan adalah lurus. Pada lokomosi sudut berenang yang lebih dominan adalah Kepala dan seluruh telingan ada di atas permukaan air. Sedangkan pada lokomosi penggunaan anggota gerak yang lebih dominan adalah Menggunakan keempat anggota gerak. Dari hampir beberapa kelompok data yang didapatkan hampir sama. Entah mungkin semua mencit memiliki respon yang sama ketika ada bahaya didalam air atau mungkin faktor lain. Hal ini menunjukkan sinyal baik yang didapat mencit saat menerima bahaya yang ada di air cukup baik.

BAB V
KESIMPULAN
Kesimpulan dari apa yang kami ujikan adalah hampir semua mencit merespon keadaan bahaya yang ada disekitarnya. Walaupun tidak sedikit mencit yang sama sekali tidak merespon karena mungkin stress ataupun karena penerimaan sinyal yang kurang baik.

DAFTAR PUSTAKA
Cartono, M. P., M. T. 2004. Biologi Umum. Bandung : Prisma Press.
Goenarso, Darmadi, dkk. 2005. Fisiologi hewan. Jakarta : Universitas Terbuka
Malole MBM dan CSU Pramono. 1989. Penggunaan Hewan-Hewan Percobaan di Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi.Institut Pertanian Bogor. Bogor. Dalam Agustiyani, D.A. 2008. Pengaruh pemberian ekstrak tumbuhan Obat antimalarial quassia indica terhadap Toksikopatologi organ hati dan ginjal mencit (mus musculus). Skripsi. Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi FakultasKedokteran Hewan. IPB. Bogor.
Priambodo, S. 1995. Pengendalian Tikus Terpadu. Seri PHT. Penebar Swadaya. Jakarta. Dalam Agus Pribadi, Gutama. 2008. Penggunaan mencit dan tikussebagai hewan model penelitian nikotin. Skripsi. Program studi teknologi produksi ternak fakultas peternakan IPB. Bogor.







LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI PERILAKU
PREFERENSI SUHU BLACK-MOLLY DAN GUPPY (Poecillia spp)

Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Logo UIN Bandung.png

Disusun oleh :
                                       Nama                                    : Fifin Nurcholis
                                       NIM                                     : 1211702026
Dosen                                   : Ucu Julita M,Si
Asisten                                  : Dewi Yulinda
                                       Tanggal Praktikum                 : 28 Oktober 2013 
Tanggal Laporan                    : 6 November 2013


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2013


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Ikan merupakan hewan ektotermik yang berarti tidak menghasilkan panas tubuh, sehingga suhu tubuhnya tergantung atau menyesuaikan suhu lingkungan sekelilingnya (Hoole et al., dalam Tunas, 2005). Sebagai hewan air, ikan memiliki beberapa mekanisme fisiologis yang tidak dimiliki oleh hewan darat. Perbedaan habitat menyebabkan perkembangan organ-organ ikan disesuaikan dengan kondisi lingkungan (Yushinta, 2004). Secara kesuluruhan ikan lebih toleran terhadap perubahan suhu air, beberapa species mampu hidup pada suhu air mencapai 29oC, sedangkan jenis lain dapat hidup pada suhu airyang sangat dingin, akan tetapi kisaran toleransi individual terhadap suhu umumnya terbatas (Sukiya, 2005). Ikan yang hidup di dalam air yang mempunyai suhu relatif tinggi akan mengalami kenaikan kecepatan respirasi (Kanisius, 1992).
Guppy (Poecilia reticulata, Peters 1860) merupakan ikan hias yang mempunyai nilai komersil tinggi baik untuk pasar dalam negeri maupun luar negeri. Variasi warna yang menarik dan corak sirip yang beragam, sehingga guppy banyak diminati dan memiliki nilai penjualan sekitar 25% dari pasar dunia (Huwoyon dkk., 2008). Berdasarkan morfologisnya, guppy jantan memiliki bentuk tubuh yang lebih ramping dengan corak warna tubuh dan sirip yang lebih cemerlang dari pada guppy betina, sehingga permintaan guppy jantan lebih banyak dari pada guppy betina. Sirip dubur pada ikan jantan mengalami perubahan menjadi gonopodium, yang berfungsi untuk mengeluarkan sperma yang akan masuk pada tubuh ikan betina. Gupi betina memiliki kemampuan untuk untuk menyimpan sperma, sehingga dapat hamil berulang kali dengan hanya satu kali kawin.
Faktor kunci keberhasilan yang lainnya adalah kemampuannya untuk menyesuaikan hidup dengan berbagai kondisi perairan, dengan variasi makanan yang beragam. Analisis terhadap isi perut gupi yang hidup di Danau Buyan, Bali, menunjukkan bahwa ikan ini terutama memakan zooplankton yang melimpah di sana. Sementara gupi yang hidup di Danau Bratan dan Batur kebanyakan mengandalkan bahan-bahan organik yang berada di dasar danau. Gupi bahkan dapat hidup pada perairan dengan salinitas tinggi (air asin), hingga 150% salinitas normal air laut (Green, 1978).

1.2  Tujuan
Untuk mengetahui preferensi suhu ikan guppy (Poecillia reticulate) terhadap suhu air yang berbeda.

1.3  Hipotesis
Perilaku ikan guppy  (Poecillia reticulate) akan berubah seiring dengan adanya perubahan suhu disekitarnya. Dan ia akan memilih tempat dimana ia tinggal sesuai dengan tingkat suhu yang ada.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Keberhasilan suatu organisme untuk bertahan hidup dan bereproduksi mencerminkan keseluruhan toleransinya terhadap seluruh kumpulan variabel lingkungan yang dihadapi organisme tersebut Artinya bahwa setiap organisme harus mampu menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungannya. Adaptasi tersebut berupa respon morfologi, fisiologis dantingkah laku. Pada lingkungan perairan, faktor fisik, kimiawi dan biologis berperan dalam pengaturan homeostatis yang diperlukan. bagi pertumbuhan dan reproduksi biota perairan (Tunas, 2005).
Suhu merupakan faktor penting dalam ekosistem perairan (Ewusie, 1990). Kenaikan suhu air dapat akan menimbulkan kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu (Aprianto dan Liviawati, 1992). Menurut Soetjipta (1993), air memiliki beberapa sifat termal yang unik, sehingga perubahan suhu dalam air berjalan lebih lambat dari pada udara. Selanjutnya Soetjipta menambahkan bahwa walaupun suhu kurang mudah berubah di dalam air daripadadi udara, namun suhu merupakan faktor pembatas utama. Oleh karena itu, mahluk akuatik sering memiliki toleransi yang sempit.
Menurut Laevastu dan Hela (1970), pengaruh suhu terhadap ikan adalah dalam proses metabolisme, seperti pertumbuhan dan pengambilan makanan, aktivitas tubuh, seperti kecepatan renang, serta dalam rangsangan syaraf. Pengaruh suhu air pada tingkah laku ikan paling jelas terlihat selama pemijahan. Suhu air laut dapat mempercepat atau memperlambat mulainya pemijahan pada beberapa jenis ikan. Suhu air dan arus selama dan setelah pemijahan adalah faktor-faktor yang paling penting yang menentukan “kekuatan keturunan” dan daya tahan larva pada spesies-spesies ikan yang paling penting secara komersil. Suhu ekstrim pada daerah pemijahan (spawning ground) selama musim pemijahan dapat memaksa ikan untuk memijah di daerah lain daripada di daerah tersebut. Nybakken (1988), sebagian besar biota laut bersifat poikilometrik (suhu tubuh dipengaruhi lingkungan) sehingga suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme.
Terdapat pula zona peralihan antara daerah-daerah ini, tetapi tidak mutlak karena pembatasannya dapat agak berubah sesuai dengan musim. Organisme perairan seperti ikan maupun udang mampu hidup baik pada kisaran suhu 20-30°C. Perubahan suhu di bawah 20°C atau di atas 30°C menyebabkan ikan mengalami stres yang biasanya diikuti oleh menurunnya daya cerna (Trubus, 2005).
Poecilia reticulata memiliki toleransi ekologi yang luas : eurythermal, euryhaline dan hipoksia toleran. Poecilia reticulata dapat bertahan hidup pada suhu air sampai 32°C (Gibson, 1954), dengan toleransi terbatas pada suhu yang lebih tinggi hingga 36°C (Arai et al., 1963). Spesies dapat bereproduksi dengan kekuatan penuh di air laut (35ppt) (Shikano dan Fujio 1997) dan mentolerir salinitas sampai dengan 58.5ppt (Chervinski 1984). Ikan ini dapat mentolerir oksigen tingkat rendah turun hingga 0,5 mg / l dengan respirasi dari permukaan air (ASR) (Kramer dan Mehegan, 1981). Ikan guppy dapat beradaptasi dalam air dengan pH 7,0-8,0 (idealnya), kedalaman 10 dH atau lebih, baik di air payau, air tawar, dan jika menyesuaikan diri dengan benar, dapat disimpan dalam kondisi air asin juga. Dan dengan suhu 18-28°C (Scott, 1999).
Ikan guppy merupakan hewan ovovivipar dan kawin secara poligami dengan fertilisasi internal, ikan jantan bebas memilih betina dan betina selektif dalam memilih pasangan mereka. Poecilia reticulate jantan memiliki sirip dubur yang diubah menjadi sebuah gonopodium untuk fertilisasi internal. Ikan jantan yang terus menerus mengejar dan mengawini betina, meskipun betina selektif terhadap pasangan mereka (Viken et al., 2006.). Penelitian telah menunjukkan bahwa ikan betina memilih laki-laki, terutama mereka yang lebih besar dan lebih terang atau orange spot (Karino, et al. 2005), sedangkan Millar et al. (2006) menunjukkan bahwa tekanan predasi juga merupakan faktor seleksi yang kuat dalam variasi warna pada ikan jantan, dan mempengaruhi pemilihan pasangan (Reynolds dan Gross, 1992), hal itu merupakan suatu kompromi antara pemilihan seksual (yang jelasan menguntungkan) dan seleksi alam.

BAB III
METODE KERJA
3.1  Alat dan Bahan
Dalam praktikum kali ini kami menggunakan 10 ekor guppy (Poecillia reticulate) dan 10 ekor black-molly (Poecillia mollienisia) yang digunakan sebagai sampel uji. Lalu kami menggunakan air bersih untuk sarana praktikum yang akan ditempatkan pada kanal pengamatan preferensi suhu. Kanal ini berfungsi sebagai tempat pengamatan ikan ikan terhadap preferensi suhu yang terdapat didalamnya. Lalu sebagai bahan agar mencapai suhu >15o  kami menggunakan es batu sedangkan untuk dapat mencapai suhu <30o kami menggunakan alat pemanas yaitu Bunsen, Dipakai korek api untuk memijarkan api pada Bunsen. Lalu pada setiap zona kami letakkan thermometer sebagai pengukur suhu setiap zonanya dan digunakan alat penghitung berupa stopwatch.

3.2  Cara Kerja
1.      Pengamatan morfologi Poecillia sp.
Ø Sebagai obyek penelitian perilaku preferensi suhu digunakan 10 ekor ikan black-molly atau ikan guppy. Jaring kecil dibutuhkan untuk memindahkan ikan.
Ø ambil seekor Poecillia dan amatilah morfologinya melalui mikroskop stereo dan catatlah bagian tubuh ventral.
2.      Penyusunan kotak kanal pengamatan
Ø Susun dan siapkan kotak kanal pengamatan preferensi suhu. Kotak ini memiliki ruang di kedua ujungnya untuk menaruh es dan tempat memanaskan air dengan menggunakan pembakar Bunsen.
Ø Isi kotak kanal dengan air ledeng yang bersih.
Ø Kotak kanal dibagi menjadi lima zona dengan panjang masing-masing bagian sekitar 10 cm.
Ø Sebagai alat pengukur suhu, gunakan termometer raksa sebanyak 5 buah dan simpan satu buah di setiap zona dengan cara digantungkan pada penyangga yang dirangkaikan pada kanal.
3.      Pengamatan perilaku preferensi suhu
Ø Masukkanlah 10 ekor Poecillia ke dalam kotak kanal pengamatan suhu yang sebelumnya telah disusun.
Ø Mula-mula, kanal dirangkai seperti pada tahap 2. Kotak percobaan diisi air secukupnya sehingga ikan yang dimasukkan ke dalamnya dapat berenang bebas. Ikan diberi waktu 10-15 menit untuk menyesuaikan diri (habituasi). Saat habituasi tersebut, catat pada zona mana ikan berada.
Ø Masukkan es ke salah satu ujung kanal dan pembakar Bunsen di ujung lainnya. Waktu t0 dihitung mulai ketika es sudah dimasukkan ke satu sisi dan pembakar Bunsen dinyalakan di sisi lainnya.
Ø Setiap interval waktu 10 menit, banyaknya ikan di setiap zona suhu dihiting dan perubahan suhu pada zona tersebut dicatat. Penghitungan dalam satu interval waktu (10 menit) dilakukan sebanyak lima kali pengulangan (berarti penghitungan dilakukan setiap 2 menit sekali).
Ø Penghitungan dan pencatatan dilakukan sebanyak 5 interval waktu, yaitu selama 50 menit. Jadi, jumlah total data untuk setiap kelompok pengamatan adalah 25 buah (5 interval waktu dikalikan 5 pengulangan).
4.      Lakukan pengolahan statistik menggunakan analisis variansi (ANOVA) untuk menguji hipotesis mengenai ada atau tidaknya perbedaan rataaan untuk setiap zona suhu!


BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
·        Hasil pengamatan morfologi
           ekor                 sirip perut           operculum         mata    sirip punggung
Gambar 1. Ikan guppy (Poecillia reticulate)
(Sumber : Dokumen Pribadi)

Pada hasil pengamatan diatas terlihat beberapa bagian dari ikan guppy (Poecillia reticulate). Matanya berwarna hitam, ada sirip perut yang berwarna putih keperak-perakan, sirip punggung yang warnanya sama dengan sirip perut, operculum yang berwarna perak dan ekor yang berwarna hitam keorangean. Guppy dibagi berdasarkan bentuk ekornya yaitu wide tail (ekor lebar), sword tail (ekor panjang), dan short tail (ekor pendek). Warna dasar pada tubuhnya sendiri adalah perak dan ada beberapa warna hitam dan kehijauan.

                         Mata         operkulum        sirip perut         ekor         sirip punggung
Gambar 2. Ikan guppy (Poecillia reticulate)
(Sumber : Ittiofauna, 2008)

Adapun klasifikasi dari ikan guppy ini yaitu :
Kerajaan          : Animalia
Filum                : Chordata
Kelas               : Actinopterygii
Ordo                : Cyprinodontiformes
Famili               : Poeciliidae
Genus               : Poecilia
Spesies : Poecillia reticulate
Guppy atau ikan Cere (Poecilia reticulata) termasuk dalam Ikan Hias air tawar, Jenis ikan ini sangat mudah dalam penyesuaian diri terhadap lingkungan dan sangat mudah untuk berkembang biak, sehingga pertumbuhannya sangat cepat. Untuk membedakan jenis kelamin jantan dan betina dari jenis ikan Guppy ini sangatlah mudah, dari ukuran bentuknya jenis Guppy betina cendrung lebih besar ukurannya dibandingkan dengan jenis Guppy pejantan, Guppy betina  ukurannya bisa sampai 4-6 cm bahkan lebih dengan perut gendut berwarna putih bening, sedang Guppy pejantan sekitar 2½–3½ cm dengan tubuh ramping penuh corak warna. Dari segi warna, Pejantan Guppy cendrung lebih indah corak warnanya dibandingkan dengan jenis Guppy betina, Corak warna ikan Guppy pejantan yang lebih cemerlang dan warnanya bervariasi inilah yang membuat menarik kita untuk memelihara dan menjadikan ikan Guppy sebagai salah satu ikan hias.
Dilihat dari grafik diatas yang menunjukkan hasil dari ke-5 zona yang ada sebagai perbandingan preferensi suhu ikan guppy (Poecilia reticulata). Hasil ini memperlihatkan bahwa ikan guppy lebih menyukai suhu hangat daripada suhu dingin. Poecilia reticulata dapat bertahan hidup pada suhu air sampai 32°C (Gibson, 1954), dengan toleransi terbatas pada suhu yang lebih tinggi hingga 36°C (Arai et al., 1963). Hal ini kemungkinan karena kurangnya oksigen pada lingkungan tersebut. Disaat suhu dingin maka oksigen akan semakin berkurang, apalagi dengan jumlah individu yang tidak sedikit pada satu lingkungan tersebut. Apalagi jika suhu ekstrim, entah itu ekstrim dingin atau panas sesuai dengan itu oksigen akan semakin berkurang. Seperti menurut Irwan (2001) Makin tinggi suhu maka, makin sedikit oksigen dapat larut. Suhu air sangat berperan untuk kenyamanan ikan (Nasution dan Supranoto, 2001). Ikan ini sangat mudah beradaptasi dan memiliki toleransi yang baik dalam berbagai kondisi lingkungan tempat hidupnya. Kemungkinan kedua adalah adanya tekanan dari pihak praktikan saat melakukan praktikum ini. Guncangan-guncangan pada meja praktikum atau kemunculan kami secara tiba-tiba yang membuat mereka kaget dan kemudian malah berpindah dari satu tempat ke tempat yang menurut mereka aman.
            Grafik diatas menunjukkan bahwa ikan guppy lebih menyukai suhu dingin dibandingkan suhu hangat. Pada zona 1 yang memiliki suhu sekitar 24oc terdapat sekitar 25.6 ikan, pada zona 2 dengan suhu sekitar 25oc terdapat ikan sebanyak 25,7. Pada zona 3 dengan suhu 26oc terdapat ikan sebanyak 25,6, pada zona 4 yang memiliki suhu sekitar 27o c terdapat ikan sebanyak 25,6 sedangkan pada zona 5 dengan suhu 28oc terdapat ikan sebanyak 25,6. Seperti yang tadi dikatakan bahwa kemungkinan terbesar adanya ketidakseimbangan data hasil grafik diatas dengan yang dibawah adalah faktor praktikan. Karena praktikan yang terlalu berisik dan menganggu gerak dari si ikan tersebut. Maka ia akan berpindah, umumnya ikan akan lebih menyukai suhu yang hangat daripada yang dingin. Menurut Dumairy (1992) dalam Mulyadi (1999), suhu air dapat mengatur kegiatannya serta merangsang  atau menekan pertumbuhan dan perkembangannya. Air yang hangat pada umumnya akan memacu metabolisme, sedangkan air yang yang relatif dingin pada umumnya akan mengendurkan aktivitas organisme air.
            Atau mungkin karena ikan-ikan ini stress dan menjadi sulit untuk menemukan sebenarnya suhu mana yang membuatnya paling nyaman. Menurut Arinardi (1989) dalam Mulyadi (1999) yang menyatakan bahwa kenaikan temperature 2-3oC akan mengakibatkan organisme perairan mengalami stress. Suhu rendah akan mengurangi imunitas (kekebalan tubuh) ikan, sedangkan suhu tinggi akan mempercepat ikan terkena infeksi bakteri. Pengaruh aklimatisasi atau adaptasi dapat ditoleransi oleh ikan tertentu. Penurunan atau kenaikan suhu yang terjadi perlahan-lahan tidak akan terlalu membahayakan ikan. Sementara perubahan yang terjadi secara tiba-tiba akan membuat ikan stress. Akibatnya, ikan menjadi stres, tidak ada keseimbangan dan menurun sistem sarafnya (Lesmana, 2002).
            Setelah didapat hasil diatas kami memasukkan datanya kedalam uji anova, tukey dan Duncan. Hasilnya didapat nilai signifikan pada uji ANOVA dengan parameter setiap zona yaitu 1.0 yang menunjukkan bahwa nilainya >0,05, hal ini mengindikasikan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata pada setiap zona yang diamati. Setelah itu dilanjutkan dengan uji Tukey dan uji Duncan dan dihasilkan bahwa perbedaan kelompok dapat dilihat dari nilai harmonic mean yang dihasilkan dari setiap kelompok berada dalam kolom subset yang sama atau berbeda. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kelima zona tidak memiliki perbedaan yang nyata.
            Selanjutnya uji ANOVA yang kedua dengan parameter suhu pada setiap zona yang kemarin diamati. Terdapat nilai signifikan 0.904, jika dihasilkan nilai signifikan seperti itu diketahui bahwa ini >0,05 yang berarti tidak ada perbedaan yang nyata yang terjadi pada suhu dari setiap zona. Pada uji Tukey dan Duncan menunjukan bahwa perbedaan kelompok dapat dilihat dari nilai harmonic mean yang dihasilkan dari setiap kelompok berada dalam kolom subset yang sama atau berbeda. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kelima zona tidak memiliki perbedaan yang nyata.


   BAB V
     KESIMPULAN
            Dapat disimpulkan bahwa ikan guppy (Poecilia reticulata) lebih senang pada suhu yang hangat bila dibandingkan dengan suhu dingin. Hal ini kemungkinan karena kurangnya oksigen pada lingkungan tersebut. Disaat suhu dingin maka oksigen akan semakin berkurang, apalagi dengan jumlah individu yang tidak sedikit pada satu lingkungan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E dan Evi Liviawaty. 1992. Pengendalian Hama Dan Penyakit Ikan. Cetakan I. Yogyakarta. Kanisius.
Arai M.N., Cox E.T. and Fry F.E.J. 1963. An effect of dilutions of seawater on the lethal temperature of the guppy. Canadian Journal of Zoology. Vol 41: 1101-1115.
Arinardi, O. H. 1989. Pengaruh Curah Hujan Terhadap Pertumbuhan Fitoplankton di Teluk Jakarta Pada Tahun 1978. dalam Penelitian Oseanologi Perairan Indonesia Buku I : Biologi, Geologi, Lingkungan & Oseanologi. LIPI. Jakarta Cech (2005) dalam Cordova (2008).
Chervinski J., 1984. Salinity tolerance of the guppy, Poecilia reticulata Peters. Journal of Fish Biology. Vol 24(4): 449-452.
Ewusie, J.Y. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. Bandung. Penerbit Institut Teknologi Bandung.
Gibson M.B. 1954. Upper lethal temperature relations of the guppy, Lebistes reticulatus. Canadian Journal of Zoology. Vol 32: 393-407.
Green, J., S.A. Corbett, E. Watts, and B.L. Oey. 1978. Ecological studies on Indonesian lakes : The montane lakes of Bali. J. Zool. 186:15-38
Karino K., Utagawa T. and Shinjo S. 2005. Heritability of the algal-foraging ability: an indirect benefit of female mate preference for males' carotenoid-based coloration in the guppy, Poecilia reticulata . Behavioural Ecology and Sociobiology. Vol 59(1): 1-5.
Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartikasari, S. Wirjoatmodjo. 1993. Ikan Air Tawar Indonesia Bagian Barat dan Sulawesi. Periplus Edition (HK) Ltd. dan Proyek EMDI KMNKLH Jakarta. hal 126-127.
Laevastu, T. dan Hayes, M.L. 1981. Fisheries Oceanography and Ecology. New York. Fishering News Book Ltd.
Lesmana Darti S. 2002. Kualitas Air untuk Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya. Jakarta.
Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta. Gramedia.
Reynolds J.D. and Gross M.R., 1992. Female mate preference enhances offspring growth and reproduction in a fish Poecilia reticulata. Proceedings of the Royal Society London B. Vol 250: 57-62.
Scott, P. 1999. Livebearing Fishes (Fishkeeper's Guides). USA. Interpet Publishing.
Shikano T. and Fujio Y. 1997. Successful propagation in seawater of the guppy Poecilia reticulate with reference to high salinity tolerance at birth. Fisheries Science (Tokyo). Vol 63(4): 573-575.
Soetjipta. 1993. Dasar-dasar Ekologi Hewan. Yogyakarta. Depdikbud Dirjen Dikti.
Sukiya. 2005. Biologi Vertebrata. Malang. Universitas Negeri Malang.
Trubus. “Pembudidayaan Artemia Untuk Pakan Udang & Ikan”. Trubus Edisi 425, April, 2005, h. 207.

LAMPIRAN
Waktu (tiap 10 menit)
Zona 1
Zona 2
Zona 3
Zona 4
Zona 5
toC
ikan
toC
ikan
toC
ikan
toC
ikan
toC
ikan



(1)   10’
1
26o
0
24 o
1
26 o
4
27 o
2
29 o
5
2
25o
0
23 o
1
26 o
6
27 o
5
29 o
0
3
25o
7
23 o
0
25 o
0
27 o
0
29 o
5
4
25o
2
23 o
2
24 o
0
26 o
3
28 o
5
5
25o
3
23 o
0
25 o
4
25 o
0
28 o
5


(2)   10’
1
25o
2
23 o
3
25 o
0
25 o
0
28 o
7
2
25o
0
23 o
0
25 o
2
25 o
5
28 o
5
3
25o
0
24 o
0
25o
0
25 o
0
28 o
12
4
24o
0
23 o
0
25 o
0
26 o
0
27,5 o
12
5
24o
0
23 o
1
25 o
2
25 o
0
27,5 o
3


(3)   10’
1
24o
0
23 o
0
25 o
0
25 o
2
28 o
10
2
24o
1
24 o
0
25 o
4
25 o
2
28 o
5
3
24o
0
23 o
5
25 o
0
25 o
2
28 o
5
4
24o
0
23 o
0
25 o
8
25 o
1
28 o
3
5
25o
12
24 o
0
25 o
0
25 o
0
28 o
0


(4)   10’
1
24o
1
23 o
4
25 o
7
25 o
0
28,5 o
0
2
25o
1
24 o
7
26 o
0
26 o
0
28 o
4
3
25o
0
24 o
3
25 o
5
26 o
1
28 o
3
4
25o
3
24 o
4
25 o
1
25 o
4
28 o
0
5
25o
0
24,5 o
0
25 o
0
26 o
7
28 o
5


(5)   10’
1
25o
0
25 o
6
27 o
6
26 o
0
28 o
0
2
25o
2
25 o
10
26 o
0
26 o
0
28.5 o
0
3
25o
0
25 o
0
26 o
0
26 o
0
28 o
12
4
25o
0
25 o
0
26 o
3
26 o
3
28 o
6
5
25o
0
25 o
10
26 o
1
26 o
1
28 o
0
Tabel 1. Tabel pengamatan setiap zona pada ikan guppy

ikan






Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups
.474
4
.118
.012
1.000
Within Groups
1190.038
120
9.917


Total
1190.512
124



Tabel 2. Hasil data setiap zona menggunakan uji ANOVA


Ulangan
N
Subset for alpha = 0.05

1
Tukey hsda
4
24
2.2500
5
26
2.3077
1
25
2.4000
2
25
2.4000
3
25
2.4000
Sig.

1.000
Duncana
4
24
2.2500
5
26
2.3077
1
25
2.4000
2
25
2.4000
3
25
2.4000
Sig.

.884
Tabel 3. Hasil data setiap zona menggunakan uji Tukey dan Duncan


suhu






Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups
2.657
4
.664
.259
.904
Within Groups
308.311
120
2.569


Total
310.968
124



Tabel 4. Hasil data suhu ikan menggunakan uji ANOVA


ulangan
N
Subset for alpha = 0.05

1
Tukey HSDa
4
24
25.2292
5
26
25.5385
3
25
25.5600
1
25
25.5800
2
25
25.6600
Sig.

.877
Duncana
4
24
25.2292
5
26
25.5385
3
25
25.5600
1
25
25.5800
2
25
25.6600
Sig.

.407
Tabel 5. Hasil data suhu ikan menggunakan uji Tukey dan Duncan